Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, masih melestarikan kesenian Angklung Gubrag pada acara khitanan, perkimpoian, dan selamatan kehamilan.
Secara umum Angklung Gubrag terbuat dari bambu hitam. Alasannya selain banyak ditemukan di wilayah Jawa Barat dan Banten, bambu hitam juga dapat menghasilkan suara yang lebih nyaring ketimbang jenis bambu yang lain. Bagian atas angklung gubrag dihias dengan kembang wiru, yang akan bergoyang jika angklung dimainkan. Berbeda dengan angklung pada umumnya, angklung gubrag tidak mempunyai tangga nada. Meski demikian, angklung jenis ini terdiri dari 6 bilah angklung yang masing-masing diberi nama, antara lain bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing, dan panembal.
Pada masa lalu kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah. Di atas angklung akan dikaitkan pita yang berasal dari kembang wiru, di mana menurut kepercayaannya kembang wiru dan air yang berasal dari angklung dipercaya dapat menjadi obat dan penyubur tanaman. Semua pemain berdiri tidak menari kecuali penabuh dogdog lojor harus menabuh sambil ngibing diiringi beberapa penari perempuan dengan kostum kebaya dan kain.
Unik banget kan alat musik tradisional yang satu ini. Kalau gitu jika kamu berkunjung ke Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, jangan lupa ya untuk mencoba memainkan alat musik tradisional ini sambil mempelajarinya. Karena para pemain Angklung Gubrag ini suatu saat nanti akan membutuhkan para penerus yang dapat tetap memainkan alat musik ini dan melestarikannya.